KERAJAAN
PERLAK
A. Sumber
Sejarah Kerajaan
Kerajaan Perlak dapat diketahui dari sumber – sumber yang
di temukan yaitu antara lain Mata
uang Kerajaan Perlak yaitu logam emas, logam perak, dan juga
kuningan, di temukannya beberapa Makam
raja,
terdapat Stempel Kerajaan
yang bunyinya yaitu “Al Wasiq Billah Negeri Bendahara Sannah 212”.
Selain itu juga, diperkuat oleh bukti – bukti dari Sumber tertulis yaitu
Kitab Idharul Haq fi Mamlakatil Ferlah wal Fasi,
dan Naskah Hikayat Aceh.
Bukti
:
·
Naskah Hikayat Aceh mengungkapkan bahwa
penyebaran Islam di bagian utara Sumatera dilakukan oleh seorang ulama Arab
yang bernama Syaikh Abdullah Arif pada tahun 506 H atau 1112 M. Lalu berdirilah
kesultanan Peureulak dengan sultannya yang pertama Alauddin Syah yang memerintah
tahun 520 – 544 H atau 1161–1186 M. Sultan yang telah ditemukan makamnya adalah
Sulaiman bin Abdullah yang wafat pada tahun 608 H atau 1211 M.
Chu-fan-chi, yang ditulis Chau Ju-kua tahun 1225, mengutip catatan seorang ahli geografi, Chou Ku-fei, tahun 1178 bahwa ada negeri orang Islam yang jaraknya hanya lima hari pelayaran dari Jawa. Mungkin negeri yang dimaksudkan adalah Peureulak, sebab Chu-fan-chi menyatakan pelayaran dari Jawa ke Brunai memakan waktu 15 hari. Eksistensi negeri Peureulak ini diperkuat oleh musafir Venesia yang termasyhur, Marco Polo, satu abad kemudian. Ketika Marco Polo pulang dari Cina melalui laut pada tahun 1291, dia singgah di negeri Ferlec yang sudah memeluk agama Islam.
Chu-fan-chi, yang ditulis Chau Ju-kua tahun 1225, mengutip catatan seorang ahli geografi, Chou Ku-fei, tahun 1178 bahwa ada negeri orang Islam yang jaraknya hanya lima hari pelayaran dari Jawa. Mungkin negeri yang dimaksudkan adalah Peureulak, sebab Chu-fan-chi menyatakan pelayaran dari Jawa ke Brunai memakan waktu 15 hari. Eksistensi negeri Peureulak ini diperkuat oleh musafir Venesia yang termasyhur, Marco Polo, satu abad kemudian. Ketika Marco Polo pulang dari Cina melalui laut pada tahun 1291, dia singgah di negeri Ferlec yang sudah memeluk agama Islam.
·
Menurut kitab Idharul Haq Fi Mamlakat al-Perlak
yang ditulis oleh Syekh Ishak Makarani al-Pasi, pada tahun 173 H (800 M) Bandar
Perlak disinggahi oleh satu kapal yang membawa kurang lebih 100 orang da’i yang
terdiri dan orang-orang Arab dan suku Quraish. Palestina. Persia, dan India di
bawah pimpinan Nahkoda Khalifah sambil berdagang sekaligus berdakwah. Setiap
orang mempunyai keterampilan khusus terutama di bidang pertanian, kesehatan.
pemerintahan, strategi, dan taktik perang serta keahlian-keahlian lainnya.
Ketika sampai di Perlak, rombongan Nahkoda Khalifah disambut dengan damai oleh
penduduk dan penguasa Perlak yang berkuasa saat itu yakni Meurah Syahir Nuwi.
Dengan cara dakwah yang sangat menarik, akhirnya Meurah Syahir Nuwi memeluk
agama Islam sehingga menjadi raja pertama yang menganut Islam di Perlak.
B. Sejarah
Masuknya Islam
Agama islam masuk ke Indonesia secara besar besaran
terjadi sekitar abad XIV dan XV, masuk dan berkembanganya islam di Indonesia
ini juga tidak lepas dari kerajaan-kerajaan islam di Indonesia, seperti
kesultanan Samudra Pasai, Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Pajang, Mataram,
Cirebon, Ternate dan lain-lain.
Pada tahun 30 Hijriyah atau 651 masehi, Khalifah Usman
bin Affan mengirim delegasi ke Cina. delegasi tersebut bertugas memperkenalkan
agama islam. Waktu itu hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya
Rasulullah SAW. dalam perjalanan laut yang memakan waktu empat tahun ini, para
utusan usman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun
kemudian, tepatnya tahun 674 Masehi, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan
dagang di pantai barat sumatra. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia
dengan Agama Islam. Sejak saat itu, para pelaut dan pedagang Muslim terus
berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau
ini sambil berdakwah. lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk agama
islam, meskipun belum secara besar-besaran. Aceh daerah paling barat di
kepulauan Nusantara adalah yang pertama kali menerima ajaran agama islam.
bahkan di Aceh lah kesultanan atau kerajaan islam pertama di Indonesia berdiri,
yakni kesultanan Perlak.
Kesultanan Perlak adalah kerajaan islam pertama di
Nusantara, kerajaan ini berkuasa pada tahun 840 hingga 1292 Masehi di sekitar
wilayah Peureulak atau Perlak. Kerajaan Perlak terletak di pesisir timur daerah
Aceh yang tepatnya berada di daerah Aceh Timur. Kini wilayah tersebut masuk dalam
wilayah Aceh Timur, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Perlak Merupakan Suatu
daerah penghasil kayu perlak, adalah kayu yang digunakan sebagai bahan dasar
kapal. Posisi strategis dan hasil alam yang melimpah membuat perlak berkembang
sebagai pelabuhan niaga yang maju pada abad VIII hingga XII. Sehingga, perlak
sering disinggahi oleh jutaan kapal dari Arab, Persia, Gujarat, Malaka, Cina,
serta dari seluruh kepulauan Nusantara. Karena singgahannya kapal - kapal asing
itulah masyarakat islam berkembang, melalui perkawinan campur antara saudagar
muslim dengan perempuan setempat. Pendiri kesultanan Perlak adalah sultan
Alaiddin Sayid Maulana Abdul Azis Shah yang menganut aliran atau Mahzab Syiah.
Ia merupakan keturunan pendakwah arab dengan perempuan setempat. Kerajaan
perlak didirikannya pada tanggal 1 Muharram 225 H atau 840 masehi, saat
kerajaan Mataram Kuno atau Mataram Hindu di Jawa masih berjaya. sebagai
gebrakan mula-mula, sultan Alaiddin mengubah nama ibu kota kerajaan dari bandar
Perlak menjadi Banda Khalifah sebagai penghargaan atas jasa Nahkoda Khalifah.
C.
Perkembangan
dan pergolakan
Ketika pemerintahan Sultan Alaiddin Sayid maulana Abbas
Shah, sultan ketiga, ulama-ulama bermazhab Sunni mulai masuk ke perlak dan
menebarkan pengaruh. setelah wafatnya sultan pada 363 H atau 913 masehi,
terjadi ketegangan antara kaum Syiah dengan kaum Suni, sehingga selama dua
tahun berikutnya kesultanan Perlak vakum kekuasaan, tidak memiliki sultan.
Setelah masa dua tahun tersebut, kaum syiah memenangi
persaingan, kemudian pada tahun 915 M atau 302 H, Sultan Alaiddin Sayid Maulana
Ali Mughat Syah naik tahta. Pada akhir pemerintahannya, terjadi lagi ketegangan
antara kaum Syiah dan kaum Sunni, yang kali ini membawa kaum sunni pada
keunggulan. Akibatnya, para sultan berikutnya diangkat dari golongan Sunni.
Tahun 956 masehi atau 362 H, setelah meninggalnya Sultan
Makhdum Alaiddin Abdul Malik Syah Johan berdaulat atau sultan ketujuh, terjadi
lagi ketegangan selama kurang lebih empat tahun antara golongan Syiah dan
Sunni, yang diakhiri dengan perdamaian dan pembagian kerajaan menjadi dua
bagian ; yaitu Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Sayid
Maulana Syah (986 – 988) dan Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan berdaulat (986 – 1023).
Pada tahun 988, Kerajaan Sriwijaya Menyerang Perlak.
Sultan Alaiddin Maulana Syah meninggal karena serangan itu. Namun demikian,
sebagai akibatnya, seluruh perlak justru bersatu kembali di bawah pimpinan
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Berdaulat. Sultan Makhdum
melanjutkan perjuangan melawan kerajaan Budha Sriwijaya hingga tahun 1006. Para
Sultan Perlak dapat dikelompokkan menjadi dua dinasti, yaitu Dinasti Sayid
Maulana Abdul Azis Syah dan Dinasti Johan Berdaulat.
Berita dari marcopolo menyebutkan, pada saat
persinggahannya di Pasai pada tahun 692 H atau 1292 M, telah banyak ulama arab
yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Batuttah, Pengembara
Muslim dari Maghribi (sekarang maroko). Ketika Singgah di aceh pada tahun 746 H
atau 1345 M, ibnu Batuttah menuliskan bahwa di Perlak dan Pasai telah tersebar
Mazhab Syafi’i.
Pada awal abad ke-13 di Ujung barat Sumatra berdiri
kerajaan baru di bawah Sultan Malik Al-Saleh, bernama Samudra Pasai. Sementara
di malaka, seorang pangeran asal Sri Wijaya membangun kerajaan baru bernama
Malaka. Artinya situasi politik saat itu sedang memanas. Untuk itu, Sultan
Makhdum Alaiddin mallik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (1230 – 1267)
sebagai sultan ke 17 menjalankan politik persahabatan. Jalan yang ia tempuh
adalah dengan menikahkan dua orang putrinya dengan para penguasa negeri
tetangga. Putri ratna Kamala dinikahkannya dengan raja kerajaan Malaka yaitu
Sultan Muhammad Syah Parameswara, sementara itu ganggang dinikahkan dengan raja
kerajaan Samudra Pasai, malik Al-Saleh. Meski telah menjalankan politik damai
dengan mengikat persaudaraan, ketegangan politik itu rupanya tetap saja
mengancam kedaulatan kesultanan Perlak. Perlak goyah, Sultan makdum Aliddin
Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267 – 1292) menjadi sultan yang terakhir.
Setelah ia meninggal, perlak disatukan dengan kerajaan Samudra Pasai di bawah
pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al-Zahir, putra Al-Saleh.
D.
Masa
Permusuhan Sunni-Syiah
Sejarah keislaman di Kesultanan Perlak tidak luput dari
persaingan antara kelompok Sunnidan Syiah. Perebutan kekuasaan antara dua
kelompok Muslim ini menyebabkan terjadinya perang saudara dan pertumpahan
darah. Silih berganti kelompok yang menang mengambil alih kekuasaan dari tangan
pesaingnya. Aliran Syi‘ah datang ke Indonesia melalui para pedagang dari
Gujarat, Arab, dan Persia. Mereka masuk pertama kali melalui Kesultanan Perlak
dengan dukungan penuh dari dinasti Fatimiah di Mesir. Ketika dinasti ini runtuh
pada tahun 1268, hubungan antara kelompok Syi‘ah di pantai Sumatera dengan
kelompok Syi‘ah di Mesir mulai terputus. Kondisi ini menyebabkan konstelasi
politik Mesir berubah haluan. Dinasti Mamaluk memerintahkan pasukan yang
dipimpin oleh Syaikh Ismail untuk pergi ke pantai timur Sumatra dengan tujuan
utamanya adalah melenyapkan pengikut Syi‘ah di Kesultanan Perlak dan Kerajaan
Samudera Pasai. Sebagai informasi tambahan bahwa raja pertama Kerajaan Samudera
Pasai, Marah Silu dengan gelar Malikul Saleh berpindah agama, yang awalnya
beragama Hindu kemudian memeluk Islam aliran Syiah. Oleh karena dapat dibujuk
oleh Syaikh Ismail, Marah Silu kemudian menganut paham Syafii. Dua pengikut
Marah Silu, Seri Kaya dan Bawa Kaya juga menganut paham Syafii, sehingga nama
mereka berubah menjadi Sidi Ali Chiatuddin dan Sidi Ali Hasanuddin. Ketika
berkuasa Marah Silu dikenal sebagai raja yang sangat anti terhadap pemikiran
dan pengikut Syi‘ah. Aliran Sunni mulai masuk ke Kesultanan Perlak, yaitu pada
masa pemerintahan sultan ke-3, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah. Setelah
ia meninggal pada tahun 363 H (913 M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah
dan Sunni, yang menyebabkan kesultanan dalam kondisi tanpa pemimpin. Pada tahun
302 H (915 M), kelompok Syiah memenangkan perang. Sultan Alaiddin Syed Maulana
Ali Mughat Shah dari aliran Syiah kemudian memegang kekuasaan kesultanan
sebagai sultan ke-4 (915-918). Ketika pemerintahannya berakhir, terjadi
pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni, hanya saja untuk kali ini justru
dimenangkan oleh kelompok Sunni. Kurun waktu antara tahun 918 hingga tahun 956
relatif tidak terjadi gejolak yang berarti. Hanya saja, pada tahun 362 H (956
M), setelah sultan ke-7, Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan
Berdaulat meninggal, terjadi lagi pergolakan antara kelompok Syiah dan Sunni
selama kurang lebih empat tahun. Bedanya, pergolakan kali ini diakhiri dengan
adanya itikad perdamaian dari keduanya. Kesultanan kemudian dibagi menjadi dua
bagian. Pertama, Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana
Shah (986 – 988). Kedua, Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum
Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023). Kedua kepemimpinan
tersebut bersatu kembali ketika salah satu dari pemimpin kedua wilayah
tersebut, yaitu Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal. Ia meninggal
ketika Perlak berhasil dikalahkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Kondisi perang
inilah yang membangkitkan semangat bersatunya kembali kepemimpinan dalam
Kesultanan Perlak. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat,
yang awalnya hanya menguasai Perlak Pedalaman kemudian ditetapkan sebagai
Sultan ke-8 pada Kesultanan Perlak. Ia melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya
hingga tahun 1006. Sultan ke-8 sebenarnya berpaham aliran Sunni, namun
sayangnya belum ditemukan data yang menyebutkan apakah terjadi lagi pergolakan
antar kedua aliran tersebut.
E.
Kehidupan
Sosial-Budaya
Perlak dikenal dengan kekayaan hasil alamnya yang
didukung dengan letaknya yang sangat strategis. Apalagi, Perlak sangat dikenal sebagai
penghasil kayu perlak, yaitu jenis kayu yang sangat bagus untuk membuat kapal.
Kondisi semacam inilah yang membuat para pedagang dari Gujarat, Arab, dan
Persia tertarik untuk datang ke daerah ini. Masuknya para pedagang tersebut
juga sekaligus menyebarkan ajaran Islam di kawasan ini.Kedatangan mereka
berpengaruh terhadap kehidupan sosio-budaya masyarakat Perlak pada saat itu.
Sebab, ketika itu masyarakat Perlak mulai diperkenalkan tentang bagaimana
caranya berdagang.
Pada awal abad ke-8, Perlak dikenal sebagai pelabuhan
niaga yang sangat maju. Model pernikahan percampuran mulai terjadi di daerah
ini sebagai konsekuensi dari membaurnya antara masyarakat pribumi dengan
masyarakat pendatang. Kelompok pendatang bermaksud menyebarluaskan misi
Islamisasi dengan cara menikahi wanita-wanita setempat. Sebenarnya tidak hanya
itu saja, pernikahan campuran juga dimaksudkan untuk mengembangkan sayap
perdagangan dari pihak pendatang di daerah ini.
F.
Kehidupan
politik
Sultan Perlak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik
Muhammad Amin Shah II Johan berdaulat, melakukan politik persahabatan
dengan negeri-negeri tetangga. Ia menikahkan dua orang puterinya,
yaitu: Putri Ratna Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan
Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara) dan Putri Ganggang dinikahkan
dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, Malik al-Saleh.
Silsilah raja – raja
yang pernah memerintah dikerajaan Perlak adalah sebagai berikut :
Dinasti Saiyid Maulana
:
1. Sultan
Alaiddin Saiyid Maulana Abdul-Aziz Syah, memerintah pada tahun 225-249 H
(840-864 M).
2. Sultan
Alaiddin Saiyid Maulana Abdur-Rahim Syah, memerintah pada tahun 249-274 H
(864-888 M).
3. Sultan
Alaiddin Saiyid Maulana Abbas Syah, memerintah pada tahun 274-300 H (888-913
M).
4. Sultan
Alaiddin Saiyid Maulana Ali Mughayah Syah, memerintah pada tahun 302-305 H
(915-918 M).
Dinasti Makhdum Johan Berdaulat :
Raja-raja Dinasti Makhdum Johan Berdaulat adalah turunan dari Meurah Perlak asli (Syahir Nuwi).
1. Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Abdul-Kadir Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 306-310
H (918-922 M).
2. Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat, memerintah pada
tahun 310-334 H (922-946 M).
3. Sultan
Makhdum Alaiddin Abdul-Malik Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun
334-361 H (946-973 M).
4. Sultan
Alaiddin Saiyid Maulana Mahmud Syah sebagai sultan yang memerintah pada tahun
365-377 H (976-988 M) dari Dinasti Saiyid Maulana.
5. Sultan
Makdhum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat sebagai sultan yang
memerintah pada tahun 365-402 H (976-1012 M) dari dinasti Makhdum Johan
Berdaulat.
6. Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun
402-450 H (1012-1059 M).
7. Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Mansur Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun
450-470 H (1059-1078 M).
8. Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun
470-501 H (1078-1108 M).
9. Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun
501-527 H (1108-1134 M).
10. Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah II Johan Berdaulat, memerintah pada tahun
527-552 H (1134-1158 M).
11. Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Usman Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun
552-565 H (1158-1170 M).
12. Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun
565-592 H (1170-1196 M).
13. Sultan
Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun
592-622 H (1196-1225 M).
14. Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat, memerintah pada
tahun 622-662 H (1225-1263 M).
15. Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat, yang memerintah pada
tahun 662-692 H (1263-1292 M).
Masa pemerintahan Islam Perlak berlangsung selam 467
tahun dari tahun 225-692 H. Kerajaan Islam Perlak lahir bertepatan dengan masa
pemerintahan Al-Muktashim Billah, khalifah Abbasiyah terkahir yang memerintah
tahun 218-227 H(833-842 M). Sampai awal abad ke-10 tercatat empat orang raja
yang memerintah Kerajaan Islam Perlak, yaitu: Sultan Alaiddin Saiyid Maulana
Abdul Aziz Syah (225-249 H /840-864 M),Sultan Alaiddin Saiyid Maulana
Abdurrahim Syah (249-285 H/ 864-888 H), SultanAlaiddin Saiyid Maulana Abbas
Syah (285-300 H / 888-913 H), Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Ali Mughaiyat Syah
(302-305 H/ 915-918 M).
G.
Kehidupan
ekonomi
Kerajaan Perlak merupakan negeri yang terkenal sebagai
penghasil kayu Perlak, yaitu kayu yang berkualitas bagus untuk kapal. Tak heran
kalau para pedagang dari Gujarat, Arab dan India tertarik untuk datang ke sini.
Pada awal abad ke-8, Kerajaan Perlak berkembang sebagai bandar niaga yang amat
maju. Kondisi ini membuat maraknya perkawinan campuran antara para saudagar
muslim dengan penduduk setempat. Efeknya adalah perkembangan Islam yang pesat
dan pada akhirnya munculnya Kerajaan Islam Perlak sebagai kerajaan Islam
pertama di Indonesia.
H.
Penggabungan
dengan Samudera Pasai
Sultan ke-17 Perlak, Sultan Makhdum Alaiddin Malik
Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (memerintah 1230 – 1267) menjalankan
politik persahabatan dengan menikahkan dua orang putrinya dengan penguasa
negeri tetangga Peureulak:
• Putri Ratna Kamala, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara).
• Putri Ganggang, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, Al Malik Al-Saleh.
Sultan terakhir Perlak adalah sultan ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (memerintah 1267 – 1292). Setelah ia meninggal, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah pemerintahan sultan Samudera Pasai, Sultan Muhammad Malik Al Zahir, putra Al Malik Al-Saleh.
• Putri Ratna Kamala, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara).
• Putri Ganggang, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, Al Malik Al-Saleh.
Sultan terakhir Perlak adalah sultan ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (memerintah 1267 – 1292). Setelah ia meninggal, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah pemerintahan sultan Samudera Pasai, Sultan Muhammad Malik Al Zahir, putra Al Malik Al-Saleh.
f. Faktor
kemajuan
Beberapa faktor
penyebab kemajuaan kerajaan ini adalahKerajaan Perlak mengalami masa kejayaan
dimana hal ini di sebabkan karena pusat pelayaran dan perdagangan
strategis,karena terletak di tepi selat Malaka.
g. Faktor
kemunduran
Kerajaan perlak
mengalami kemunduran karena adanyan perkembangan kerajaan Malaka sehingga pusat
pelayaran perdagangan beralih ke Malaka
KERAJAAN
SAMUDRA PASAI
Sejarah kerajaan Samudra Pasai, tidak terlepas dari
Islamisasi Nusantara, khususnya di Sumatra. Karakteristik agama Islam yang
fleksibel dan dapat merakyat dikalangan masyarakat Indonesia menjadi salah satu
faktor pendukung masuknya Islam di Nusantara. Bahkan sampai sekarang Indonesia
merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, Islamisasi itu
sendiri berawal kira-kira dari abad ke-7 sampai sekarang. Berita
awal abad ke-16 M dari Tome pires dalam suma oriental (1512-1515)
mengatakan bahwa di Sumatra, telah banyak kerajaan islam baik yang besar maupun
yang kecil. Tetapi munculnya kerajaan Samudra Pasai itu sendiri pada abad
ke-13, antara tahun 1270-1275.
Samudra pasai sendiri didirikan oleh Sultan Malik
as-Saleh. Sulatan Malik as-Saleh sendiri mendirikan kerajaan Samudra Pasai pada
abad ke-13, dan menjadi raja pertama kerajaan Samudra Pasai, dan wafat pada
tahun 696 H atau 1297 M, pada pemerintahannya masih belum terlihat tanda-tanda
kejayaan yang signifikan, namun pada pemerintahannya setidaknya kerajaan
Samudra pasai merupakan kerajaan yang besar dari wilayah Aceh
sendiri. Letak kerajaan Samudra Pasai kurang lebih 15 Km disebelah
timur Lhoukseumawe, Nangroe Aceh. Diapit oleh sungai besar yaitu sungai
Peusungan dan sungai Jambo Aye, jelasnya Kerajaan Samudra Pasai adalah
daerah aliran sungai yang hulunya berasal jauh ke pedalaman daratan tinggi Gayo
Kab. Aceh Tengah. Letaknya yang sangat strategis membuat Samudra pasai
menjadi kerajaan yang besar dan berkembang pesat pada zaman itu.
Kerajaan ini terbentuk dari kerajaan Samudra dan Pasai,
samudra sebagai salah satu kerajaan yang dipimpin oleh sultan Malik as-Saleh,
dan kerajaan Pasai adalah sebuah kerajaan baru setelah Samudra yang dibuka oleh
Malik as-Saleh untuk putranya yang bernama Malik az-Zahir. Tumbuhnya kerajaan
Islam Samudra Pasai sendiri tidak dapat dipisahkan dari letak geografisnya yang
menjadi jalur pelayaran perdagangan internasional, yang membuatnya menjadi lalu
lalang pra pedagang asing. Juga menjadi tempat transmigrasi oleh para pedagang
asing, seperti Cina, Arab, India dan lain lain. Sebagai tempat jalur
perdagangan Samudra Pasai juga menjadi persinggahan budaya dan agama. Namun
tidak pula terlepas dari akulturasi budaya yang dihasilkan dari percampuran dua
budaya.
Sejak abad ke-9 sampai ke-11 M berita-berita pelayaran
dan geografi Arab juga telah menambah sumber - sumber sejarah. Berita - berita
itu, antara lain dari Ibnu Khurdazbih (850),Ya’qubi (875-880), Ibnu Faqih
(902), Ibnu Rusteh (903), Ishaq Ibn Iman (lk.907), Muhammad Ibnu Zakariyya
al-Razi, Abu Zaid dari sirat (lk. 916), Abu Dulaf (lk.940), Mas’udi (943), dan
Buzurg Ibn Syahriyar (awal abad ke 10). Hal ini membuktikan bahwa islamisasi
telah ada sebelum kerajaan Samudra Pasai didirikan. Oleh karena itu, sejak abad
ke-7 dan ke-8 sampai abad ke-11 M di daerah pesisir selat Malaka dan juga di
Cina Selatan tumbuh komunitas-komunitas muslim akibat islamisasi.
Telah diketahui bahwa masa awal kerajaan Samudra Pasai
ditandai dengan kepemimpinan sultan Malik as-Saleh yang merupakan raja pertama
kerajaan Samudra Pasai. Pasai sendiri merupakan kerajaan yang besar pada saat
itu, terbukti dengan reruntuhan-reruntuhan kerajaan Pasai yang diperkirakan
merupakan kerajaan yang besar pada masa itu. Selain itu Pasai juga
merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara, bahkan pertama di Asia Tenggara,
yang merupakan pusat penyebaran pertama kali di Indonesia dan Asia Tenggara.
Selain sebagai kerajaan muslim yang pertama Pasai juga merupakan kerajaan yang
menjadi jalur perdagangan dan mempunyai Bandar-bandar perdagangan yang mampu
menyokong ekonomi ;pemerintahan..
Kembali kepada masa awal, masa awal kerjaan Samudra Pasai
ini tergolong tidak begitu terlihat. Selain itu perkembangan kerajaan ini
bersifat perlahan-lahan. Walaupun begitu mata uang telah dikenal di kerajaan
ini, sejak pemerintahan sultan Malik as-Saleh, yang dinami mata uang Dirham,
yang juga dikenal sebagai mata uang negara Arab saat itu.
Kerajaan ini mencapai masa kejayaan pada abad ke-14
Oleh Nazimuddin Al Kamil. Nazimuddin al Kamil mendirikan sebuah kerajaan di
Pulau Sumatra bagian utara dengan tujuan utama untuk mempermudah dalam
menguasai hasil perdagangan rempah-rempah. Nazimuddin al Kamil meletakkan
dasar-dasar pemerintahan Kerajaan Samudera Pasai berlandaskan hukum ajaran Islam.
Di bawah pemerintahan beliau, kerajaan ini mengalami perkembangan yang pesat
dan mencapai puncak kejayaannya, walaupun secara politis kerajaan ini masih
berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang saat itu menjadi kerajaan
terbesar. Kejayaan itu di buktikan dengan kemampuan kesultanan samudera pasai
membuat mata uang emas pada masa Sultan Malik Al Dhahir (1297-1326) pada abad
ke 13
Pada awal abad ke-16 mungkin masa memuncaknya kerajaan
Samudra Pasai sebagaimana diberitakan oleh Tome Pires (1512-1515) tengah
mengalami berbagai kemajuan dibidang politik pemerintahan, di bidang keagamaan,
terutama di bidang pertanian dan perdagangan. Adapun Pasai yang selalu menjalin
hubungan persahabatan dengan kerajaan lain, seperti Malaka yang saat itu Malaka
menjadi pusat perdagangan Dunia, yang diikuti pula pernikahan antara raja-raja
malaka dengan para putri Pasai.
Keadaan masyarakat Pasai jelas sekali, menggantungkan
kehidupan lewat pelyaran dan perdagangan. Karena sebagai kerajaan maritim
memungkinkan masyarakat pasai menjadi salah satu pelaku dalam perdagangan dan
pelayaran. Terlebih lagi Samudra Pasai mempunyai Bandar-bandar yang bisa
menjadi tempat singgah untuk ppara pedagang asing. Dan pajak yang dikenakan
oleh pemerintah Samudra Pasai kepada para pedagang sesuai dengan apa yang
dijuanya. Memungkinkan masyarakat mampu untuk bertahan.
Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan pertama yang
ada di Indonesia, sebagai kerajaan yang besar pada saat
itu, kerajaan Samudra Pasai berkembang dalam beberapa bidang, yaitu:
1. Perdagangan
Yang
merupakan perdagangan internasional, Pasai mempunyai Bandar-bandar yang dapat
menjadi persinggahan para pedagang asing dan mereka juga membayar uang pajak
untuk Pasai
2. Pelayaran
Sebagai
kerajaan maritime, pastinya Pasai mempunya keunggulan dalam bidang pelayaran
dan nelayan. Maka dari itu masyarakat Pasai, mayoritas ialah nelayan.
3. Perekonomian
Merupakan
salah satu kemajuan Pasai dalm meraih kejayaannya, dan perekonomian Pasai telah
terbantu dengan adanya perdagangan dan pelayaran, serta pajak dagang yang
dikenakan bagi pedagang,
4. Hubungan internasional dan politik
Merupakan
keterkaitan, yakni terjadi pula politik pernikahan, yang dilakukan oleh
sultannya.
5. Samudra Pasai sebagai pelopor keagamaan
bagi Asia Tenggara khususnya Indonesia
Masuknya Islam ke Pasai, belum diketahui secara pasti itu
kapan, apa lagi bila masuknya Islam didasarkan pada mulainya terdapat penduduk
muslim atau masyarakat muslim di sana. Namun bila didasarkan kepada lembaga
politik, serta terbentuknya politik bercorakkan Islam, maka dapat dikatakan
bahwa Islam masuk pada sekitar abad ke-13. Peranan penting yang dimainkan Pasai
dalam persebaran Islam ke seluruh Nusantara dan bahkan ke kawasan Asia Tenggara
dimungkinkan karena hubungan ini berkaitan dengan kegiatan perdagangan yang di
dalamnya juga terdapat kegiatan para pedagang yang sekaligus bertindak sebagai
pendakwah.
Munculnya Malaka sebagai pusat perdagangan internasional
tidak terlepas dari pengaruh Pasai sendiri, karena kedua kerajaan ini
mengadakan hubungan persahabatan terlebih lagi setelah raja Paramisora yang
menikahi putri Pasai dan mengganti namanya menjadi sultan Muhammad Iskandar,
sebelumnya Samudra Pasai juga menjadi jaringan perdagangan internasional.
Penyebab Samudra Pasai menjadi salah satu jaringan perdagangan ialah letaknya
yang berdampingan atau dekat dengan pantai. Dan memungkinkan mudahnya
pedagang-pedagang asing untuk singgah.
Hubungan Samudra Pasai dengan daerah daerah lain di
Indonesia seperti pulau Jawa, Kalimantan Selatan Sulawesi Selatan, Lombok, dan
Sumbawa. Dibuktikan dengan kesamaan bentuk makam di Pasai dan daerah itu
sendiri. Seperti di Jawa makam Maulana Malik Ibrahim dengan makam sultanah
Nahrasyiah. Hal ii membuktikan adanya persebaran Islam yang ada di Indonesia
yang juga dipengaruhi oleh Samudra Pasai. Selain itu pengaruh Pasai dengan
Malaka, merupakan bukti persebaran Islam di kawasan Asia Tenggara. Pengaruh
Pasai juga berlangsung atas kedah, meskipun kedah juga berada dalam kekuasaan
Siam, melalui Kedah para Muballigh Islam dari Pasai menyebarkan agama Islam di
wilayah-wilayah Semenanjung Melayu, yang terletak lebih ke pedalaman sampai ke
Trengganu.
6. Pasai Dalam Jaringan Perdagangan
Internasional
Keterlibatan Pasai dengan jaringan
perdagangan internasional, tidak terlepas dari letak kerajaan Samudra Pasai
yang strategis untuk menjadi salah satu peserta dalam jaringan perdagangan
internasional. Malaka sebagai pusat perdagangan internasional, sudah dimulai
sejak awal abad Masehi. Sejak masa prasejarah Semenanjung Melayu telah mempunyai
kedudukan penting dalam adanya jaringan perdagangan dengan menjadi jalur lalu
lintas perdagangan internasional. Itu semua tidak terlepas dari letak geografis
yang dimiliki oleh Semenanjung Melayu. Pelayaran oramg-orang Arab dan India
sudah berlangsung sebelum berkembangnya agama Islam. Pada tahun 114 pelayaran
pelayaran Arab berhasil ke India, meskipun dalam perjalanan pulangnya mereka
dihantam badai besar di pantai Afrika. Setelah terjadi pelayaran di India, maka
terjadilah Islamisasi di India, kemudia India juga mengenalkan Islam ke
Indonesia
Dari sisi kehidupan sosial budaya,
masyarakat Pasai mempunyai kemiripan dengan pola kehidupan sosial budaya yang
ada di Malaka (Malaysia). Kemiripan tersebut dapat kita lihat dari aspek bahasa
yang digunakan dalam kehidupan bersosial. Tidak heran, jika selanjutnya bahasa
yang digunakan di masyarakat Pasai adalah bahasa Melayu.
Sementara
dalam aspek kehidupan sosial budaya, masyarakat Pasai juga mempunyai kemiripan
dengan pola kehidupan sosial budaya masyarakat Malaka. Ketika terjadi kelahiran
anak, maka selalu diadakan upacara kelahiran anak dan prosesi dan segala hal
terkait dengan upacara tersebut. Demikian juga ketika masyarakat mempunyai
hajat mengadakan pesta perkawinan, maka adat dan budaya yang mereka terapkan
ada satu kemiripan dengan pesta yang diterapkan di Malaka. Ketika ada anggota
masyarakat yang meninggal dunia, maka upacara kematian yang mereka
selenggarakan identik dengan upacara yang dilaksanakan di Malaka.
Menurunnya peranan Kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka
bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Samudera Pasai. Di bawah kekuasaan
Samudera Pasai, jalur perdagangan di Selat Malaka berkembang pesat. Banyak
pedagang-pedagang dari Arab, Persia dan Gujarat yang berlabuh di Pidie, Perlak,
dan Pasai. Pada masa raja Hayam Wuruk berkuasa, Samudera Pasai berada di bawah
kendali Majapahit. Walau demikian Samudera Pasai diberi keleluasan untuk tetap
menguasai perdagangan di Selat Malaka. Belakangan diketahui bahwa sebagian
wilayah dari Kerajaan Majapahit sudah memeluk agama Islam. Karena letak
Kerajaan Pasai pada aliran lembah sungai membuat tanah pertanian subur, padi
yang ditanami penduduk Kerajaan Islam Pasai pada abad ke-14 dapat dipanen dua
kali setahun, berikutnya kerajaan ini bertambah makmur dengan dimasukkannya
bibit tanaman lada dari Malabar. Selain hasil pertanian yang melimpah ruah di
dataran rendah, di dataran tinggi (daerah Pedalaman juga menghasilkan berbagai
hasil hutan yang di angkut ke daerah pantai melalui sungai. Hubungan
perdagangan penduduk pesisir dengan penduduk pedalaman adalah dengan sistem
barter.
Karena letaknya yang strategis, di Selat Malaka, di
tengah jalur perdagangan India, Gujarat, Arab, dan Cina, Pasai dengan cepat
berkembang menjadi besar. Sebagai kerajaan maritim, Pasai menggantungkan
perekonomiannya dari pelayaran dan perdagangan. Kerajaan Samudera Pasai
juga mempersiapkan bandar-bandarnya untuk melakukan hal-hal berikut :
a. Penambahan
perbekalan untuk pelayaran selanjutnya.
b. Pengurusan
masalah yang berkaitan dengan perkapalan.
c. Pengumpulan
barang-barang yang akan diekspor.
d. Penyimpanan
barang dagangan sebelum didistribusikan di wilayah Indonesia.
Namun, karena faktor inilah kerajaan-kerajaan lain
menjadi merasa tersaingi sehingga Kerajaan Samudera Pasai selalu menjadi
incaran dan menjadi pusat perhatian. Letaknya yang strategis di Selat
Malaka membuat kerajaan ini menjadi penghubung antara pusat-pusat dagang di
Nusantara dengan Asia Barat, India, dan Cina. Salah satu sumber penghasilan
kerajaan ini adalah pajak yang dikenakan pada kapal dagang yang melewati
wilayah perairannya.Kerajaan Samudera Pasai pun lambat laun runtuh karena jatuh
ke Kerajaan Malaka sehingga pusat perdagangannya dipindahkan ke Bandar Malaka.
Berdasarkan catatan Ma Huan yang singgah di Pasai pada
1404, meskipun kejayaan Kerajaan Samudera Pasai mulai menurun seiring munculnya
Kerajaan Aceh dan Malaka, namun negeri Pasai ini masih cukup makmur. Ma Huan
adalah seorang musafir yang mengikuti pelayaran Laksamana Cheng Ho, pelaut Cina
yang muslim, menuju Asia Tenggara (termasuk ke Jawa). Satu hal yang perlu kita
pahami bahwa Kerajaan Pasai adalah menggarap aspek perdagangan sebagai sumber
mata pencaharian negara. Bahkan, Kota Pasai adalah kota dagang. Perdagangan
yang dilakukan di Kerajaan Pasai mengandalkan lada sebagai barang dagangan yang
paling diandalkan.
Di Kota Pasai ini, harga lada sudah sangat tinggi, 100
kati dibayar dengan perak seharga 1 tahil. Untuk lebih dipercaya, maka
kesultanan menggunakan koin emas sebagai alat jual beli atau transaksi. Mata
uang seperti ini disebut dengan dirham atau deureuham yang dibuat dari emas. Emas
untuk mata uang ini adalah emas dengan kadar 70% murni dengan berat sekitar
0,60 gram. Koin emas ini dibuat dalam ukuran diameter 10 mm, dan mutu emasnya
adalah 17 karat.
Selain perdagangan, masyarakat Pasai juga menggeluti
bidang pertanian. Padi mereka tanam di tanah ladang yang mampu dipanen selama
dua kali dalam setahun. Di bidang peternakan, masyarakat juga memelihara sapi
perah. Dari sapi perah ini, mereka mendapatkan keju setelah melakukan proses
terhadap susu hasil pemerahan sapinya.
Kemiripan inilah yang menyebabkan masyarakat Pasai dan
masyarakat Malaka hubungannya dekat. Pada sisi lainnya, kemiripan yang terjadi
di antara mereka sangat mempermudah penerimaan agama Islam di Malaka. Selanjutnya,
keakraban di antara masyarakat Pasai dan Malaka semakin terbina ketika hubungan
tersebut dipererat dengan adanya pernikahan antara putri kerajaan Pasai dengan
Raja Malaka.
Karena termasuk kerajaan Islam, maka gaya hidup dan
keadaan sosial masyarakatnya pun kental dengan nilai-nilai Islam. Hukum yang
dijalankan di kerajaan ini adalah hukum Islam. Pada pelaksanaannya, ditemukan
banyak kemiripan antara kehidupan di sini dengan kehidupan masyarakat di Mesir
maupun Arab. Dugaan yang muncul yang menjelaskan mengapa fenomena ini dapat
terjadi adalah karena pemimpin sekaligus pendiri Kerajaan Samudera Pasai yang
pertama, Nazimuddin al Kamil berasal dari wilayah Mesir. Daerah Aceh
mendapatkan julukan serambi Mekah karena sistem kehidupan yang ada di sana,
terutama kehidupan sosialnya banyak ditemukan persamaan dengan sistem kehidupan
yang ada di daerah Arab.
Peninggalan budaya dari kerajaan ini tidak banyak
ditemukan, mengingat Kerajaan Samudera Pasai memiliki masyarakat yang banyak
terjun ke dunia maritim. Walaupun banyak ditemukan bukti-bukti yang memperkuat
adanya kerajaan yang berdiri di sana, namun bukti tersebut tidak semuanya
berasal dari Kerajaan Samudera Pasai. Selain penemuan makam-makam raja yang
pernah menjadi pemimpin di Samudera Pasai, tidak ditemukan lagi bukti lain yang
menunjukkan perkembangan seni budaya masyarakatnya.
F. Kehidupan Politik
Kapan waktu tepat berdirinya Kerajaan Samudera Pasai
memang belum dapat disimpulkan, mengingat adanya berbagai teori yang membahas
tahap masuknya Islam di Indonesia. Akan tetapi, berdasarkan bukti-bukti yang
diperoleh dari para ahli yang didapat dari hasil analisis berbagai macam teori
di atas, para peneliti mendapat bukti yang menunjukkan perkembangan kekuasaan
kesultanan Samudera Pasai pada saat itu, di antaranya bahwa Nazimuddin al Kamil
adalah pendiri Kerajaan Samudera Pasai.
Beliau seorang laksamana laut yang berasal dari Mesir dan
pada tahun 1238 mendapatkan perintah untuk melakukan perebutan pelabuhan
Kambayat di Gujarat yang saat itu menjadi pusat pemasaran barang-barang
perdagangan dari timur. Nazimuddin al Kamil juga mendirikan sebuah kerajaan di
Pulau Sumatra bagian utara dengan tujuan utama untuk mempermudah dalam
menguasai hasil perdagangan rempah-rempah. Nazimuddin al Kamil meletakkan
dasar-dasar pemerintahan Kerajaan Samudera Pasai berlandaskan hukum ajaran
Islam.
Di bawah pemerintahan beliau, kerajaan ini mengalami
perkembangan yang pesat dan mencapai puncak kejayaannya, walaupun secara
politis kerajaan ini masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang
saat itu menjadi kerajaan terbesar. Sultan Malik al Saleh melanjutkan tonggak
pemerintahan Nazimuddin al Kamil mulai 1285-1297 M. Diketahui bahwa Sultan
Malik al Saleh berubah mahzab dari aliran Syi’ah menjadi aliran penganut mahzab
Syafi’i.
Dalam masa pemerintahan beliau, pernikahannya dengan
Putri Ganggang Sari turut menjadi faktor yang membuat kedudukan kerajaan ini
lebih kuat di wilayah timur sehingga Kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat
perdagangan di Selat Malaka. Perkembangan Kerajaan Samudera Pasai jika ditinjau
dari segi peta politik, yang mana diketahui bahwa kemunculan Kerajaan Samudera
Pasai muncul pada abad 13 M itu sejalan dengan mundurnya peranan maritim
Kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya memegang peranan penting di kawasan Sumatera
dan sekelilingnya. Dalam Hikayat Raja-raja Pasai disebutkan gelar Malik
al-Saleh sebelum menjadi raja adalah Merah Sile atau Merah Selu.
Beliau masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syaikh
Ismail, seorang utusan Syarif Mekkah, yang kemudian memberinya gelar Sultan
Malik al-Saleh. Nisan kubur itu didapatkan di Gampong Samudera bekas kerajaan
Samudera Pasai tersebut. Merah Selu adalah Putra Merah Gajah. Nama Merah
merupakan gelar bangsawan yang lazim di Sumatera Utara. Selu kemungkinan berasal
dari kata Sungkala yang aslinya berasal dari Sanskrit Chula. Kepemimpinan yang
menonjol menempatkan dirinya menjadi raja. Merah Silu yang semula menganut
aliran Syiah berubah menjadi aliran Syafi’i. Sultan Malikul Saleh digantikan
oleh putranya yang bernama Sultan Malikul Zahir, sedangkan putra keduanya yang
bernama Sultan Malikul Mansur memisahkan diri dan kembali menganut aliran
Syiah.
Dari hikayat itu, terdapat petunjuk bahwa tempat pertama
sebagai pusat Kerajaan Samudera Pasai adalah Muara Sungai Peusangan, sebuah
sungai yang cukup panjang dan lebar di sepanjang jalur pantai yang memudahkan
perahu-perahu dan kapal-kapal mengayuhkan dayungnya ke pedalaman dan
sebaliknya. Ada dua kota yang terletak berseberangan di muara sungai Peusangan
itu, yaitu Pasai dan Samudera. Kota Samudera terletak agak lebih ke pedalaman,
sedangkan kota Pasai terletak lebih ke muara. Di tempat terakhir inilah
terletak beberapa Makam raja-raja. Adapun raja-raja yang pernah memerintah di
Kerajaan Samudera Pasai sebagai berikut:
A.
Dinasti
Meurah Giri :
1.
Maharaja
Mahmud Syah (1042-1078)
2.
Maharaja
Mansur Syah (1078-1133)
3.
Maharaja
Ghiyasyuddin Syah (1133-1155)
4.
Maharaja
Nurdin (1155-1210)
B.
Dinasti
Malikul-Dhahir :
1.
Sultan
Alaiddin Malikussalih (1261-1295)
2.
Sultan
Muhammad malikud-Dhahir (1295-1326)
3.
Sultan Ahmad
Malikud-Dhahir (1326-1350)
4.
Sultan
Zainul-Abidin Malikud-Dhahir (1350-1394)
5.
Maharaja
nagur Rabbath Abdul Kadir Syah (1394-1400)
6.
Sultanah Nihrasiyah
Khadiyu (1400-1428)
Sebenarnya, jika kita telaah pola kehidupan masyarakat
dan diorientasikan pada religiusitasnya, maka mayoritas Islam adalah agama yang
mereka anut. Mereka menganut agama Islam sebagai agama negara, tetapi sisa-sisa
pengaruh kerajaan Majapahit yang pernah menguasai atau mengalahkannya masih
ada. Oleh karena itu, kehidupan beragama masyarakatnya masih turut mewarnainya.
Beberapa elemen masyarakat masih ada yang beragama Hindu dan juga Budha.
Bahkan, karena orientasi kehidupan beragama
masyarakatnya, maka kerajaan ini dijadikan sebagai pintu gerbang kehidupan
beragama Islam di Indonesia. Kerajaan ini adalah kerajaan Islam pertama di
Indonesia. Tidak sekadar karena letak geografisnya yang diujung pulau Sumatera,
lantas kerajaan ini dianggap sebagai pintu gerbang masuknya agama Islam ke
Indonesia. Pada saat itulah, banyak sekali Syech yang datang ke wilayah ini
terlebih dahulu sebelum kemudian menyebar ke wilayah-wilayah Indonesia lainnya.
Keberadaan kerajaan ini memang sangat penting terkait dengan proses
penyebaran agama Islam.
H. Keruntuhan
Kerajaan Samudra Pasai
Pada abad ke-15 kerajaan Samudra Pasai kehilangan
kekuasaan perdagangan atas Selat Malaka, dan kemudian dikacaukan Portugis pada
tahun 1511-20. Akhirnya kerajaan ini dihisab kesultanan Aceh yang
timbul tahun 1520-an. Warisan peradaban Islam internasionalnya diteruskan dan
dikembangkan di Aceh. Hancur dan hilangnya peranan Kerajaan Pasai dalam
jaringan antarbangsa ketika suatu pusat kekuasan baru muncul di ujung barat
pulau Sumatera, yakni Kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan ini muncul pada abad
16 Masehi. Kerajaan Islam yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah kala itu
menaklukkan Kerajaan Pasai sehingga wilayah Pasai dimasukkan ke dalam wilayah
kekuasaan Kerajaan Islam Darussalam. Kerajaan Islam Samudera Pasai akhirnya
dipindahkan ke Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh).
Runtuhnya kekuatan Kerajaan Pasai sangat berkaitan dengan
perkembangan yang terjadi di luar Pasai, tetapi lebih dititikberatkan dalam
kesatuan zona Selat Malaka. Walaupun Kerajan Islam Pasai berhasil ditaklukan
oleh Sultan Asli Mughayat Syah, peninggalan dari kerajaan kecil tersebut masih
banyak dijumpai sampai saat ini di Aceh bagian utara. Pada tahun 1524 M setelah
Kerajaan Aceh Menakhlukan Kesultanan Samudera Pasai tradisi
mencetak deurham menyebar keseluruh wilayah Sumatera, bahkan
semenanjung Malaka. Derham tetap berlaku sampai bala tentara Nippon
mendarat di Seulilmeum, Aceh Besar pada tahun 1942.
Kehancuran kerajaan terjadi akibat adanya perang saudara.
Perang saudara ini diawali dengan pertikaian-pertikaian di antara keluarga
kerajaan. Ini merupakan tanda-tanda kehancuran kerajaan Pasai. Pertikaian-pertikaian
tersebut menumbuhkan pemberontakan terhadap raja yang berkuasa. Karena merasa
tidak mampu menghadapi pemberontakan, maka Sultan Pasai meminta tolong Sultan
Malaka untuk memberangus pemberontakan tersebut.
Pada tahun 1521, Kesultanan Pasai akhirnya harus runtuh
dan takluk pada Portugal yang telah menguasai Malaka terlebh dahulu. Pada tahun
1524, wilayah kerajaan Pasai menyatu dengan Kesultanan Aceh. Maka, sejak saat
itulah, kita kehilangan Kerajaan Islam yang kita kenal dengan nama Samudera
Pasai dengan segala kebanggaan atas pencapaian kondisi kehidupan
masyarakatnya. Hal ini sangat membuktikan bahwa kehancuran sebuah negara dapat
terjadi, jika di dalam negara tersebut sudah tidak ada lagi kebersamaan. Ketika
tidak ada lagi kesesuaian visi dan mengapungnya egoisme diri, maka pada saat
itulah indikasi kehancuran sudah ada di ambang diri. Ini merupakan peringatan
bagi kita bahwa untuk menjaga kebersamaan dan kesatuan merupakan hal yang
sangat sulit. Tetapi, jika kita berhasil menjaga, maka kesolidan akan
menjadikan kita mencapai kondisi puncak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar