Entri Populer

Sabtu, 12 Maret 2016

Sejarah Kerajaan Islam Perlak dan Samudra Pasai

KERAJAAN PERLAK
A.    Sumber Sejarah Kerajaan

            Kerajaan Perlak dapat diketahui dari sumber – sumber yang di temukan yaitu antara lain Mata uang Kerajaan Perlak yaitu logam emas, logam perak, dan juga kuningan, di temukannya beberapa Makam raja, terdapat Stempel Kerajaan yang bunyinya yaitu “Al Wasiq Billah Negeri Bendahara Sannah 212”. Selain itu juga, diperkuat oleh bukti – bukti dari Sumber tertulis yaitu
Kitab Idharul Haq fi Mamlakatil Ferlah wal Fasi, dan Naskah Hikayat Aceh.
Bukti :
·         Naskah Hikayat Aceh mengungkapkan bahwa penyebaran Islam di bagian utara Sumatera dilakukan oleh seorang ulama Arab yang bernama Syaikh Abdullah Arif pada tahun 506 H atau 1112 M. Lalu berdirilah kesultanan Peureulak dengan sultannya yang pertama Alauddin Syah yang memerintah tahun 520 – 544 H atau 1161–1186 M. Sultan yang telah ditemukan makamnya adalah Sulaiman bin Abdullah yang wafat pada tahun 608 H atau 1211 M.
Chu-fan-chi, yang ditulis Chau Ju-kua tahun 1225, mengutip catatan seorang ahli geografi, Chou Ku-fei, tahun 1178 bahwa ada negeri orang Islam yang jaraknya hanya lima hari pelayaran dari Jawa. Mungkin negeri yang dimaksudkan adalah Peureulak, sebab Chu-fan-chi menyatakan pelayaran dari Jawa ke Brunai memakan waktu 15 hari. Eksistensi negeri Peureulak ini diperkuat oleh musafir Venesia yang termasyhur, Marco Polo, satu abad kemudian. Ketika Marco Polo pulang dari Cina melalui laut pada tahun 1291, dia singgah di negeri Ferlec yang sudah memeluk agama Islam.
·         Menurut kitab Idharul Haq Fi Mamlakat al-Perlak yang ditulis oleh Syekh Ishak Makarani al-Pasi, pada tahun 173 H (800 M) Bandar Perlak disinggahi oleh satu kapal yang membawa kurang lebih 100 orang da’i yang terdiri dan orang-orang Arab dan suku Quraish. Palestina. Persia, dan India di bawah pimpinan Nahkoda Khalifah sambil berdagang sekaligus berdakwah. Setiap orang mempunyai keterampilan khusus terutama di bidang pertanian, kesehatan. pemerintahan, strategi, dan taktik perang serta keahlian-keahlian lainnya. Ketika sampai di Perlak, rombongan Nahkoda Khalifah disambut dengan damai oleh penduduk dan penguasa Perlak yang berkuasa saat itu yakni Meurah Syahir Nuwi. Dengan cara dakwah yang sangat menarik, akhirnya Meurah Syahir Nuwi memeluk agama Islam sehingga menjadi raja pertama yang menganut Islam di Perlak.

B.     Sejarah Masuknya Islam

            Agama islam masuk ke Indonesia secara besar besaran terjadi sekitar abad XIV dan XV, masuk dan berkembanganya islam di Indonesia ini juga tidak lepas dari kerajaan-kerajaan islam di Indonesia, seperti kesultanan Samudra Pasai, Aceh Darussalam, Malaka, Demak, PajangMataram, Cirebon, Ternate dan lain-lain.
            Pada tahun 30 Hijriyah atau 651 masehi, Khalifah Usman bin Affan mengirim delegasi ke Cina. delegasi tersebut bertugas memperkenalkan agama islam. Waktu itu hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW. dalam perjalanan laut yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan usman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 Masehi, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat sumatra. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Agama Islam. Sejak saat itu, para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah. lambat laun penduduk pribumi mulai  memeluk agama islam, meskipun belum secara besar-besaran. Aceh daerah paling barat di kepulauan Nusantara adalah yang pertama kali menerima ajaran agama islam. bahkan di Aceh lah kesultanan atau kerajaan islam pertama di Indonesia berdiri, yakni kesultanan Perlak.
            Kesultanan Perlak adalah kerajaan islam pertama di Nusantara, kerajaan ini berkuasa pada tahun 840 hingga 1292 Masehi di sekitar wilayah Peureulak atau Perlak. Kerajaan Perlak terletak di pesisir timur daerah Aceh yang tepatnya berada di daerah Aceh Timur. Kini wilayah tersebut masuk dalam wilayah Aceh Timur, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Perlak Merupakan Suatu daerah penghasil kayu perlak, adalah kayu yang digunakan sebagai bahan dasar kapal. Posisi strategis dan hasil alam yang melimpah membuat perlak berkembang sebagai pelabuhan niaga yang maju pada abad VIII hingga XII. Sehingga, perlak sering disinggahi oleh jutaan kapal dari Arab, Persia, Gujarat, Malaka, Cina, serta dari seluruh kepulauan Nusantara. Karena singgahannya kapal - kapal asing itulah masyarakat islam berkembang, melalui perkawinan campur antara saudagar muslim dengan perempuan setempat. Pendiri kesultanan Perlak adalah sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Azis Shah yang menganut aliran atau Mahzab Syiah. Ia merupakan keturunan pendakwah arab dengan perempuan setempat. Kerajaan perlak didirikannya pada tanggal 1 Muharram 225 H atau 840 masehi, saat kerajaan Mataram Kuno atau Mataram Hindu di Jawa masih berjaya. sebagai gebrakan mula-mula, sultan Alaiddin mengubah nama ibu kota kerajaan dari bandar Perlak menjadi Banda Khalifah sebagai penghargaan atas jasa Nahkoda Khalifah.
C.    Perkembangan dan pergolakan

            Ketika pemerintahan Sultan Alaiddin Sayid maulana Abbas Shah, sultan ketiga, ulama-ulama bermazhab Sunni mulai masuk ke perlak dan menebarkan pengaruh. setelah wafatnya sultan pada 363 H atau 913 masehi, terjadi ketegangan antara kaum Syiah dengan kaum Suni, sehingga selama dua tahun berikutnya kesultanan Perlak vakum kekuasaan, tidak memiliki sultan.
            Setelah masa dua tahun tersebut, kaum syiah memenangi persaingan, kemudian pada tahun 915 M atau 302 H, Sultan Alaiddin Sayid Maulana Ali Mughat Syah naik tahta. Pada akhir pemerintahannya, terjadi lagi ketegangan antara kaum Syiah dan kaum Sunni, yang kali ini membawa kaum sunni pada keunggulan. Akibatnya, para sultan berikutnya diangkat dari golongan Sunni.
            Tahun 956 masehi atau 362 H, setelah meninggalnya Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Syah Johan berdaulat atau sultan ketujuh, terjadi lagi ketegangan selama kurang lebih empat tahun antara golongan Syiah dan Sunni, yang diakhiri dengan perdamaian dan pembagian kerajaan menjadi dua bagian ; yaitu Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Sayid Maulana Syah (986 – 988) dan Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan berdaulat (986 – 1023).
            Pada tahun 988, Kerajaan Sriwijaya Menyerang Perlak. Sultan Alaiddin Maulana Syah meninggal karena serangan itu. Namun demikian, sebagai akibatnya, seluruh perlak justru bersatu kembali di bawah pimpinan Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Berdaulat. Sultan Makhdum melanjutkan perjuangan melawan kerajaan Budha Sriwijaya hingga tahun 1006. Para Sultan Perlak dapat dikelompokkan menjadi dua dinasti, yaitu Dinasti Sayid Maulana Abdul Azis Syah dan Dinasti Johan Berdaulat.
            Berita dari marcopolo menyebutkan, pada saat persinggahannya di Pasai pada tahun 692 H atau 1292 M, telah banyak ulama arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Batuttah, Pengembara Muslim dari Maghribi (sekarang maroko). Ketika Singgah di aceh pada tahun 746 H atau 1345 M, ibnu Batuttah menuliskan bahwa di Perlak dan Pasai telah tersebar Mazhab Syafi’i.
            Pada awal abad ke-13 di Ujung barat Sumatra berdiri kerajaan baru di bawah Sultan Malik Al-Saleh, bernama Samudra Pasai. Sementara di malaka, seorang pangeran asal Sri Wijaya membangun kerajaan baru bernama Malaka. Artinya situasi politik saat itu sedang memanas. Untuk itu, Sultan Makhdum Alaiddin mallik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (1230 – 1267) sebagai sultan ke 17 menjalankan politik persahabatan. Jalan yang ia tempuh adalah dengan menikahkan dua orang putrinya dengan para penguasa negeri tetangga. Putri ratna Kamala dinikahkannya dengan raja kerajaan Malaka yaitu Sultan Muhammad Syah Parameswara, sementara itu ganggang dinikahkan dengan raja kerajaan Samudra Pasai, malik Al-Saleh. Meski telah menjalankan politik damai dengan mengikat persaudaraan, ketegangan politik itu rupanya tetap saja mengancam kedaulatan kesultanan Perlak. Perlak goyah, Sultan makdum Aliddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267 – 1292) menjadi sultan yang terakhir. Setelah ia meninggal, perlak disatukan dengan kerajaan Samudra Pasai di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al-Zahir, putra Al-Saleh.
D.    Masa Permusuhan Sunni-Syiah

            Sejarah keislaman di Kesultanan Perlak tidak luput dari persaingan antara kelompok Sunnidan Syiah. Perebutan kekuasaan antara dua kelompok Muslim ini menyebabkan terjadinya perang saudara dan pertumpahan darah. Silih berganti kelompok yang menang mengambil alih kekuasaan dari tangan pesaingnya. Aliran Syi‘ah datang ke Indonesia melalui para pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia. Mereka masuk pertama kali melalui Kesultanan Perlak dengan dukungan penuh dari dinasti Fatimiah di Mesir. Ketika dinasti ini runtuh pada tahun 1268, hubungan antara kelompok Syi‘ah di pantai Sumatera dengan kelompok Syi‘ah di Mesir mulai terputus. Kondisi ini menyebabkan konstelasi politik Mesir berubah haluan. Dinasti Mamaluk memerintahkan pasukan yang dipimpin oleh Syaikh Ismail untuk pergi ke pantai timur Sumatra dengan tujuan utamanya adalah melenyapkan pengikut Syi‘ah di Kesultanan Perlak dan Kerajaan Samudera Pasai. Sebagai informasi tambahan bahwa raja pertama Kerajaan Samudera Pasai, Marah Silu dengan gelar Malikul Saleh berpindah agama, yang awalnya beragama Hindu kemudian memeluk Islam aliran Syiah. Oleh karena dapat dibujuk oleh Syaikh Ismail, Marah Silu kemudian menganut paham Syafii. Dua pengikut Marah Silu, Seri Kaya dan Bawa Kaya juga menganut paham Syafii, sehingga nama mereka berubah menjadi Sidi Ali Chiatuddin dan Sidi Ali Hasanuddin. Ketika berkuasa Marah Silu dikenal sebagai raja yang sangat anti terhadap pemikiran dan pengikut Syi‘ah. Aliran Sunni mulai masuk ke Kesultanan Perlak, yaitu pada masa pemerintahan sultan ke-3, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah. Setelah ia meninggal pada tahun 363 H (913 M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni, yang menyebabkan kesultanan dalam kondisi tanpa pemimpin. Pada tahun 302 H (915 M), kelompok Syiah memenangkan perang. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah kemudian memegang kekuasaan kesultanan sebagai sultan ke-4 (915-918). Ketika pemerintahannya berakhir, terjadi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni, hanya saja untuk kali ini justru dimenangkan oleh kelompok Sunni. Kurun waktu antara tahun 918 hingga tahun 956 relatif tidak terjadi gejolak yang berarti. Hanya saja, pada tahun 362 H (956 M), setelah sultan ke-7, Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat meninggal, terjadi lagi pergolakan antara kelompok Syiah dan Sunni selama kurang lebih empat tahun. Bedanya, pergolakan kali ini diakhiri dengan adanya itikad perdamaian dari keduanya. Kesultanan kemudian dibagi menjadi dua bagian. Pertama, Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 – 988). Kedua, Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023). Kedua kepemimpinan tersebut bersatu kembali ketika salah satu dari pemimpin kedua wilayah tersebut, yaitu Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal. Ia meninggal ketika Perlak berhasil dikalahkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Kondisi perang inilah yang membangkitkan semangat bersatunya kembali kepemimpinan dalam Kesultanan Perlak. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat, yang awalnya hanya menguasai Perlak Pedalaman kemudian ditetapkan sebagai Sultan ke-8 pada Kesultanan Perlak. Ia melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006. Sultan ke-8 sebenarnya berpaham aliran Sunni, namun sayangnya belum ditemukan data yang menyebutkan apakah terjadi lagi pergolakan antar kedua aliran tersebut.
E.     Kehidupan Sosial-Budaya

            Perlak dikenal dengan kekayaan hasil alamnya yang didukung dengan letaknya yang sangat strategis. Apalagi, Perlak sangat dikenal sebagai penghasil kayu perlak, yaitu jenis kayu yang sangat bagus untuk membuat kapal. Kondisi semacam inilah yang membuat para pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia tertarik untuk datang ke daerah ini. Masuknya para pedagang tersebut juga sekaligus menyebarkan ajaran Islam di kawasan ini.Kedatangan mereka berpengaruh terhadap kehidupan sosio-budaya masyarakat Perlak pada saat itu. Sebab, ketika itu masyarakat Perlak mulai diperkenalkan tentang bagaimana caranya berdagang.
            Pada awal abad ke-8, Perlak dikenal sebagai pelabuhan niaga yang sangat maju. Model pernikahan percampuran mulai terjadi di daerah ini sebagai konsekuensi dari membaurnya antara masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang. Kelompok pendatang bermaksud menyebarluaskan misi Islamisasi dengan cara menikahi wanita-wanita setempat. Sebenarnya tidak hanya itu saja, pernikahan campuran juga dimaksudkan untuk mengembangkan sayap perdagangan dari pihak pendatang di daerah ini.
F.     Kehidupan politik

            Sultan Perlak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan negeri-negeri tetangga. Ia menikahkan dua orang puterinya, yaitu: Putri Ratna Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara) dan Putri Ganggang dinikahkan dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, Malik al-Saleh.
Silsilah raja – raja yang pernah memerintah dikerajaan Perlak adalah sebagai berikut :
Dinasti Saiyid Maulana :
1.      Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdul-Aziz Syah, memerintah pada tahun 225-249 H (840-864 M).
2.      Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdur-Rahim Syah, memerintah pada tahun 249-274 H (864-888 M).
3.      Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abbas Syah, memerintah pada tahun 274-300 H (888-913 M).
4.      Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Ali Mughayah Syah, memerintah pada tahun 302-305 H (915-918 M).

Dinasti Makhdum Johan Berdaulat :

Raja-raja Dinasti Makhdum Johan Berdaulat adalah turunan dari Meurah Perlak asli (Syahir Nuwi).
1.      Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul-Kadir Syah Johan Berdaulat, memerintah tahun 306-310 H (918-922 M).
2.      Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun 310-334 H (922-946 M).
3.      Sultan Makhdum Alaiddin Abdul-Malik Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun 334-361 H (946-973 M).
4.      Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Mahmud Syah sebagai sultan yang memerintah pada tahun 365-377 H (976-988 M) dari Dinasti Saiyid Maulana.
5.      Sultan Makdhum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat sebagai sultan yang memerintah pada tahun 365-402 H (976-1012 M) dari dinasti Makhdum Johan Berdaulat.
6.      Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun 402-450 H (1012-1059 M).
7.      Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun 450-470 H (1059-1078 M).
8.      Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun 470-501 H (1078-1108 M).
9.      Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun 501-527 H (1108-1134 M).
10.  Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah II Johan Berdaulat, memerintah pada tahun 527-552 H (1134-1158 M).
11.  Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun 552-565 H (1158-1170 M).
12.  Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun 565-592 H (1170-1196 M).
13.  Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Syah Johan Berdaulat, memerintah pada tahun 592-622 H (1196-1225 M).
14.  Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat, memerintah pada tahun 622-662 H (1225-1263 M).
15.  Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat, yang memerintah pada tahun 662-692 H (1263-1292 M).

            Masa pemerintahan Islam Perlak berlangsung selam 467 tahun dari tahun 225-692 H. Kerajaan Islam Perlak lahir bertepatan dengan masa pemerintahan Al-Muktashim Billah, khalifah Abbasiyah terkahir yang memerintah tahun 218-227 H(833-842 M). Sampai awal abad ke-10 tercatat empat orang raja yang memerintah Kerajaan Islam Perlak, yaitu: Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah (225-249 H /840-864 M),Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdurrahim Syah (249-285 H/ 864-888 H), SultanAlaiddin Saiyid Maulana Abbas Syah (285-300 H / 888-913 H), Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Ali Mughaiyat Syah (302-305 H/ 915-918 M).
G.    Kehidupan ekonomi

            Kerajaan Perlak merupakan negeri yang terkenal sebagai penghasil kayu Perlak, yaitu kayu yang berkualitas bagus untuk kapal. Tak heran kalau para pedagang dari Gujarat, Arab dan India tertarik untuk datang ke sini. Pada awal abad ke-8, Kerajaan Perlak berkembang sebagai bandar niaga yang amat maju. Kondisi ini membuat maraknya perkawinan campuran antara para saudagar muslim dengan penduduk setempat. Efeknya adalah perkembangan Islam yang pesat dan pada akhirnya munculnya Kerajaan Islam Perlak sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia.
H.    Penggabungan dengan Samudera Pasai

            Sultan ke-17 Perlak, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (memerintah 1230 – 1267) menjalankan politik persahabatan dengan menikahkan dua orang putrinya dengan penguasa negeri tetangga Peureulak:
• Putri Ratna Kamala, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara).
• Putri Ganggang, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, Al Malik Al-Saleh.
Sultan terakhir Perlak adalah sultan ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (memerintah 1267 – 1292). Setelah ia meninggal, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah pemerintahan sultan Samudera Pasai, Sultan Muhammad Malik Al Zahir, putra Al Malik Al-Saleh.

f.    Faktor kemajuan
Beberapa faktor penyebab kemajuaan kerajaan ini adalahKerajaan Perlak mengalami masa kejayaan dimana hal ini di sebabkan karena pusat pelayaran dan perdagangan strategis,karena terletak di tepi selat Malaka.
g.   Faktor kemunduran
Kerajaan perlak mengalami kemunduran karena adanyan perkembangan kerajaan Malaka sehingga pusat pelayaran perdagangan beralih ke Malaka





















KERAJAAN SAMUDRA PASAI

            Sejarah kerajaan Samudra Pasai, tidak terlepas dari Islamisasi Nusantara, khususnya di Sumatra. Karakteristik agama Islam yang fleksibel dan dapat merakyat dikalangan masyarakat Indonesia menjadi salah satu faktor pendukung masuknya Islam di Nusantara. Bahkan sampai sekarang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, Islamisasi itu sendiri berawal  kira-kira dari abad ke-7 sampai sekarang. Berita awal abad ke-16 M dari Tome pires dalam suma oriental (1512-1515) mengatakan bahwa di Sumatra, telah banyak kerajaan islam baik yang besar maupun yang kecil. Tetapi munculnya kerajaan Samudra Pasai itu sendiri pada abad ke-13, antara tahun 1270-1275.
            Samudra pasai sendiri didirikan oleh Sultan Malik as-Saleh. Sulatan Malik as-Saleh sendiri mendirikan kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-13, dan menjadi raja pertama kerajaan Samudra Pasai, dan wafat pada tahun 696 H atau 1297 M, pada pemerintahannya masih belum terlihat tanda-tanda kejayaan yang signifikan, namun pada pemerintahannya setidaknya kerajaan Samudra pasai merupakan kerajaan yang besar dari wilayah Aceh sendiri.  Letak kerajaan Samudra Pasai kurang lebih 15 Km disebelah timur Lhoukseumawe, Nangroe Aceh. Diapit oleh sungai besar yaitu sungai Peusungan dan sungai Jambo Aye, jelasnya Kerajaan Samudra Pasai adalah daerah aliran sungai yang hulunya berasal jauh ke pedalaman daratan tinggi Gayo Kab. Aceh Tengah. Letaknya yang sangat strategis membuat Samudra pasai menjadi kerajaan yang besar dan berkembang pesat pada zaman itu.
            Kerajaan ini terbentuk dari kerajaan Samudra dan Pasai, samudra sebagai salah satu kerajaan yang dipimpin oleh sultan Malik as-Saleh, dan kerajaan Pasai adalah sebuah kerajaan baru setelah Samudra yang dibuka oleh Malik as-Saleh untuk putranya yang bernama Malik az-Zahir. Tumbuhnya kerajaan Islam Samudra Pasai sendiri tidak dapat dipisahkan dari letak geografisnya yang menjadi jalur pelayaran perdagangan internasional, yang membuatnya menjadi lalu lalang pra pedagang asing. Juga menjadi tempat transmigrasi oleh para pedagang asing, seperti Cina, Arab, India dan lain lain. Sebagai tempat jalur perdagangan Samudra Pasai juga menjadi persinggahan budaya dan agama. Namun tidak pula terlepas dari akulturasi budaya yang dihasilkan dari percampuran dua budaya.
            Sejak abad ke-9 sampai ke-11 M berita-berita pelayaran dan geografi Arab juga telah menambah sumber - sumber sejarah. Berita - berita itu, antara lain dari Ibnu Khurdazbih (850),Ya’qubi (875-880), Ibnu Faqih (902), Ibnu Rusteh (903), Ishaq Ibn Iman (lk.907), Muhammad Ibnu Zakariyya al-Razi, Abu Zaid dari sirat (lk. 916), Abu Dulaf (lk.940), Mas’udi (943), dan Buzurg Ibn Syahriyar (awal abad ke 10). Hal ini membuktikan bahwa islamisasi telah ada sebelum kerajaan Samudra Pasai didirikan. Oleh karena itu, sejak abad ke-7 dan ke-8 sampai abad ke-11 M di daerah pesisir selat Malaka dan juga di Cina Selatan tumbuh komunitas-komunitas muslim akibat islamisasi.
            Telah diketahui bahwa masa awal kerajaan Samudra Pasai ditandai dengan kepemimpinan sultan Malik as-Saleh yang merupakan raja pertama kerajaan Samudra Pasai. Pasai sendiri merupakan kerajaan yang besar pada saat itu, terbukti dengan reruntuhan-reruntuhan kerajaan Pasai yang diperkirakan merupakan kerajaan yang besar pada  masa itu. Selain itu Pasai juga merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara, bahkan pertama di Asia Tenggara, yang merupakan pusat penyebaran pertama kali di Indonesia dan Asia Tenggara. Selain sebagai kerajaan muslim yang pertama Pasai juga merupakan kerajaan yang menjadi jalur perdagangan dan mempunyai Bandar-bandar perdagangan yang mampu menyokong ekonomi ;pemerintahan..
            Kembali kepada masa awal, masa awal kerjaan Samudra Pasai ini tergolong tidak begitu terlihat. Selain itu perkembangan kerajaan ini bersifat perlahan-lahan. Walaupun begitu mata uang telah dikenal di kerajaan ini, sejak pemerintahan sultan Malik as-Saleh, yang dinami mata uang Dirham, yang juga dikenal sebagai mata uang negara Arab saat itu.
            Kerajaan ini mencapai masa kejayaan pada abad ke-14 Oleh Nazimuddin Al Kamil. Nazimuddin al Kamil mendirikan sebuah kerajaan di Pulau Sumatra bagian utara dengan tujuan utama untuk mempermudah dalam menguasai hasil perdagangan rempah-rempah. Nazimuddin al Kamil meletakkan dasar-dasar pemerintahan Kerajaan Samudera Pasai berlandaskan hukum ajaran Islam. Di bawah pemerintahan beliau, kerajaan ini mengalami perkembangan yang pesat dan mencapai puncak kejayaannya, walaupun secara politis kerajaan ini masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang saat itu menjadi kerajaan terbesar. Kejayaan itu di buktikan dengan kemampuan kesultanan samudera pasai membuat mata uang emas pada masa Sultan Malik Al Dhahir (1297-1326) pada abad ke 13
            Pada awal abad ke-16 mungkin masa memuncaknya kerajaan Samudra Pasai sebagaimana diberitakan oleh Tome Pires (1512-1515) tengah mengalami berbagai kemajuan dibidang politik pemerintahan, di bidang keagamaan, terutama di bidang pertanian dan perdagangan. Adapun Pasai yang selalu menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan lain, seperti Malaka yang saat itu Malaka menjadi pusat perdagangan Dunia, yang diikuti pula pernikahan antara raja-raja malaka dengan para putri Pasai.

            Keadaan masyarakat Pasai jelas sekali, menggantungkan kehidupan lewat pelyaran dan perdagangan. Karena sebagai kerajaan maritim memungkinkan masyarakat pasai menjadi salah satu pelaku dalam perdagangan dan pelayaran. Terlebih lagi Samudra Pasai mempunyai Bandar-bandar yang bisa menjadi tempat singgah untuk ppara pedagang asing. Dan pajak yang dikenakan oleh pemerintah Samudra Pasai kepada para pedagang sesuai dengan apa yang dijuanya. Memungkinkan masyarakat mampu untuk bertahan.

            Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan pertama yang ada di Indonesia, sebagai kerajaan yang besar pada saat itu,  kerajaan Samudra Pasai berkembang dalam beberapa bidang, yaitu:

1.         Perdagangan
      Yang merupakan perdagangan internasional, Pasai mempunyai Bandar-bandar yang dapat menjadi persinggahan para pedagang asing dan mereka juga membayar uang pajak untuk Pasai
2.         Pelayaran
      Sebagai kerajaan maritime, pastinya Pasai mempunya keunggulan dalam bidang pelayaran dan nelayan. Maka dari itu masyarakat Pasai, mayoritas ialah nelayan.
3.         Perekonomian
      Merupakan salah satu kemajuan Pasai dalm meraih kejayaannya, dan perekonomian Pasai telah terbantu dengan adanya perdagangan dan pelayaran, serta pajak dagang yang dikenakan bagi pedagang,
4.         Hubungan internasional dan politik
      Merupakan keterkaitan, yakni terjadi pula politik pernikahan, yang dilakukan oleh sultannya.
5.         Samudra Pasai sebagai pelopor keagamaan bagi Asia Tenggara khususnya Indonesia
            Masuknya Islam ke Pasai, belum diketahui secara pasti itu kapan, apa lagi bila masuknya Islam didasarkan pada mulainya terdapat penduduk muslim atau masyarakat muslim di sana. Namun bila didasarkan kepada lembaga politik, serta terbentuknya politik bercorakkan Islam, maka dapat dikatakan bahwa Islam masuk pada sekitar abad ke-13. Peranan penting yang dimainkan Pasai dalam persebaran Islam ke seluruh Nusantara dan bahkan ke kawasan Asia Tenggara dimungkinkan karena hubungan ini berkaitan dengan kegiatan perdagangan yang di dalamnya juga terdapat kegiatan para pedagang yang sekaligus bertindak sebagai pendakwah.
            Munculnya Malaka sebagai pusat perdagangan internasional tidak terlepas dari pengaruh Pasai sendiri, karena kedua kerajaan ini mengadakan hubungan persahabatan terlebih lagi setelah raja Paramisora yang menikahi putri Pasai dan mengganti namanya menjadi sultan Muhammad Iskandar, sebelumnya Samudra Pasai juga menjadi jaringan perdagangan internasional. Penyebab Samudra Pasai menjadi salah satu jaringan perdagangan ialah letaknya yang berdampingan atau dekat dengan pantai. Dan memungkinkan mudahnya pedagang-pedagang asing untuk singgah.
            Hubungan Samudra Pasai dengan daerah daerah lain di Indonesia seperti pulau Jawa, Kalimantan Selatan Sulawesi Selatan, Lombok, dan Sumbawa. Dibuktikan dengan kesamaan bentuk makam di Pasai dan daerah itu sendiri. Seperti di Jawa makam Maulana Malik Ibrahim dengan makam sultanah Nahrasyiah. Hal ii membuktikan adanya persebaran Islam yang ada di Indonesia yang juga dipengaruhi oleh Samudra Pasai. Selain itu pengaruh Pasai dengan Malaka, merupakan bukti persebaran Islam di kawasan Asia Tenggara. Pengaruh Pasai juga berlangsung atas kedah, meskipun kedah juga berada dalam kekuasaan Siam, melalui Kedah para Muballigh Islam dari Pasai menyebarkan agama Islam di wilayah-wilayah Semenanjung Melayu, yang terletak lebih ke pedalaman sampai ke Trengganu.
6.         Pasai Dalam Jaringan Perdagangan Internasional
            Keterlibatan Pasai dengan jaringan perdagangan internasional, tidak terlepas dari letak kerajaan Samudra Pasai yang strategis untuk menjadi salah satu peserta dalam jaringan perdagangan internasional. Malaka sebagai pusat perdagangan internasional, sudah dimulai sejak awal abad Masehi. Sejak masa prasejarah Semenanjung Melayu telah mempunyai kedudukan penting dalam adanya jaringan perdagangan dengan menjadi jalur lalu lintas perdagangan internasional. Itu semua tidak terlepas dari letak geografis yang dimiliki oleh Semenanjung Melayu. Pelayaran oramg-orang Arab dan India sudah berlangsung sebelum berkembangnya agama Islam. Pada tahun 114 pelayaran pelayaran Arab berhasil ke India, meskipun dalam perjalanan pulangnya mereka dihantam badai besar di pantai Afrika. Setelah terjadi pelayaran di India, maka terjadilah Islamisasi di India, kemudia India juga mengenalkan Islam ke Indonesia

            Dari sisi kehidupan sosial budaya, masyarakat Pasai mempunyai kemiripan dengan pola kehidupan sosial budaya yang ada di Malaka (Malaysia). Kemiripan tersebut dapat kita lihat dari aspek bahasa yang digunakan dalam kehidupan bersosial. Tidak heran, jika selanjutnya bahasa yang digunakan di masyarakat Pasai adalah bahasa Melayu.
Sementara dalam aspek kehidupan sosial budaya, masyarakat Pasai juga mempunyai kemiripan dengan pola kehidupan sosial budaya masyarakat Malaka. Ketika terjadi kelahiran anak, maka selalu diadakan upacara kelahiran anak dan prosesi dan segala hal terkait dengan upacara tersebut. Demikian juga ketika masyarakat mempunyai hajat mengadakan pesta perkawinan, maka adat dan budaya yang mereka terapkan ada satu kemiripan dengan pesta yang diterapkan di Malaka. Ketika ada anggota masyarakat yang meninggal dunia, maka upacara kematian yang mereka selenggarakan identik dengan upacara yang dilaksanakan di Malaka.

            Menurunnya peranan Kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Samudera Pasai. Di bawah kekuasaan Samudera Pasai, jalur perdagangan di Selat Malaka berkembang pesat. Banyak pedagang-pedagang dari Arab, Persia dan Gujarat yang berlabuh di Pidie, Perlak, dan Pasai. Pada masa raja Hayam Wuruk berkuasa, Samudera Pasai berada di bawah kendali Majapahit. Walau demikian Samudera Pasai diberi keleluasan untuk tetap menguasai perdagangan di Selat Malaka. Belakangan diketahui bahwa sebagian wilayah dari Kerajaan Majapahit sudah memeluk agama Islam. Karena letak Kerajaan Pasai pada aliran lembah sungai membuat tanah pertanian subur, padi yang ditanami penduduk Kerajaan Islam Pasai pada abad ke-14 dapat dipanen dua kali setahun, berikutnya kerajaan ini bertambah makmur dengan dimasukkannya bibit tanaman lada dari Malabar. Selain hasil pertanian yang melimpah ruah di dataran rendah, di dataran tinggi (daerah Pedalaman juga menghasilkan berbagai hasil hutan yang di angkut ke daerah pantai melalui sungai. Hubungan perdagangan penduduk pesisir dengan penduduk pedalaman adalah dengan sistem barter.
            Karena letaknya yang strategis, di Selat Malaka, di tengah jalur perdagangan India, Gujarat, Arab, dan Cina, Pasai dengan cepat berkembang menjadi besar. Sebagai kerajaan maritim, Pasai menggantungkan perekonomiannya dari pelayaran dan perdagangan. Kerajaan Samudera Pasai juga mempersiapkan bandar-bandarnya untuk melakukan hal-hal berikut :
a.       Penambahan perbekalan untuk pelayaran selanjutnya.
b.      Pengurusan masalah yang berkaitan dengan perkapalan.
c.       Pengumpulan barang-barang yang akan diekspor.
d.      Penyimpanan barang dagangan sebelum didistribusikan di wilayah Indonesia.
            Namun, karena faktor inilah kerajaan-kerajaan lain menjadi merasa tersaingi sehingga Kerajaan Samudera Pasai selalu menjadi incaran dan menjadi pusat perhatian. Letaknya yang strategis di Selat Malaka membuat kerajaan ini menjadi penghubung antara pusat-pusat dagang di Nusantara dengan Asia Barat, India, dan Cina. Salah satu sumber penghasilan kerajaan ini adalah pajak yang dikenakan pada kapal dagang yang melewati wilayah perairannya.Kerajaan Samudera Pasai pun lambat laun runtuh karena jatuh ke Kerajaan Malaka sehingga pusat perdagangannya dipindahkan ke Bandar Malaka.
            Berdasarkan catatan Ma Huan yang singgah di Pasai pada 1404, meskipun kejayaan Kerajaan Samudera Pasai mulai menurun seiring munculnya Kerajaan Aceh dan Malaka, namun negeri Pasai ini masih cukup makmur. Ma Huan adalah seorang musafir yang mengikuti pelayaran Laksamana Cheng Ho, pelaut Cina yang muslim, menuju Asia Tenggara (termasuk ke Jawa). Satu hal yang perlu kita pahami bahwa Kerajaan Pasai adalah menggarap aspek perdagangan sebagai sumber mata pencaharian negara. Bahkan, Kota Pasai adalah kota dagang. Perdagangan yang dilakukan di Kerajaan Pasai mengandalkan lada sebagai barang dagangan yang paling diandalkan.
            Di Kota Pasai ini, harga lada sudah sangat tinggi, 100 kati dibayar dengan perak seharga 1 tahil. Untuk lebih dipercaya, maka kesultanan menggunakan koin emas sebagai alat jual beli atau transaksi. Mata uang seperti ini disebut dengan dirham atau deureuham yang dibuat dari emas. Emas untuk mata uang ini adalah emas dengan kadar 70% murni dengan berat sekitar 0,60 gram. Koin emas ini dibuat dalam ukuran diameter 10 mm, dan mutu emasnya adalah 17 karat.
            Selain perdagangan, masyarakat Pasai juga menggeluti bidang pertanian. Padi mereka tanam di tanah ladang yang mampu dipanen selama dua kali dalam setahun. Di bidang peternakan, masyarakat juga memelihara sapi perah. Dari sapi perah ini, mereka mendapatkan keju setelah melakukan proses terhadap susu hasil pemerahan sapinya.
            Kemiripan inilah yang menyebabkan masyarakat Pasai dan masyarakat Malaka hubungannya dekat. Pada sisi lainnya, kemiripan yang terjadi di antara mereka sangat mempermudah penerimaan agama Islam di Malaka. Selanjutnya, keakraban di antara masyarakat Pasai dan Malaka semakin terbina ketika hubungan tersebut dipererat dengan adanya pernikahan antara putri kerajaan Pasai dengan Raja Malaka.
            Karena termasuk kerajaan Islam, maka gaya hidup dan keadaan sosial masyarakatnya pun kental dengan nilai-nilai Islam. Hukum yang dijalankan di kerajaan ini adalah hukum Islam. Pada pelaksanaannya, ditemukan banyak kemiripan antara kehidupan di sini dengan kehidupan masyarakat di Mesir maupun Arab. Dugaan yang muncul yang menjelaskan mengapa fenomena ini dapat terjadi adalah karena pemimpin sekaligus pendiri Kerajaan Samudera Pasai yang pertama, Nazimuddin al Kamil berasal dari wilayah Mesir. Daerah Aceh mendapatkan julukan serambi Mekah karena sistem kehidupan yang ada di sana, terutama kehidupan sosialnya banyak ditemukan persamaan dengan sistem kehidupan yang ada di daerah Arab.
            Peninggalan budaya dari kerajaan ini tidak banyak ditemukan, mengingat Kerajaan Samudera Pasai memiliki masyarakat yang banyak terjun ke dunia maritim. Walaupun banyak ditemukan bukti-bukti yang memperkuat adanya kerajaan yang berdiri di sana, namun bukti tersebut tidak semuanya berasal dari Kerajaan Samudera Pasai. Selain penemuan makam-makam raja yang pernah menjadi pemimpin di Samudera Pasai, tidak ditemukan lagi bukti lain yang menunjukkan perkembangan seni budaya masyarakatnya.
F.      Kehidupan Politik

            Kapan waktu tepat berdirinya Kerajaan Samudera Pasai memang belum dapat disimpulkan, mengingat adanya berbagai teori yang membahas tahap masuknya Islam di Indonesia. Akan tetapi, berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dari para ahli yang didapat dari hasil analisis berbagai macam teori di atas, para peneliti mendapat bukti yang menunjukkan perkembangan kekuasaan kesultanan Samudera Pasai pada saat itu, di antaranya bahwa Nazimuddin al Kamil adalah pendiri Kerajaan Samudera Pasai.
            Beliau seorang laksamana laut yang berasal dari Mesir dan pada tahun 1238 mendapatkan perintah untuk melakukan perebutan pelabuhan Kambayat di Gujarat yang saat itu menjadi pusat pemasaran barang-barang perdagangan dari timur. Nazimuddin al Kamil juga mendirikan sebuah kerajaan di Pulau Sumatra bagian utara dengan tujuan utama untuk mempermudah dalam menguasai hasil perdagangan rempah-rempah. Nazimuddin al Kamil meletakkan dasar-dasar pemerintahan Kerajaan Samudera Pasai berlandaskan hukum ajaran Islam.
            Di bawah pemerintahan beliau, kerajaan ini mengalami perkembangan yang pesat dan mencapai puncak kejayaannya, walaupun secara politis kerajaan ini masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang saat itu menjadi kerajaan terbesar. Sultan Malik al Saleh melanjutkan tonggak pemerintahan Nazimuddin al Kamil mulai 1285-1297 M. Diketahui bahwa Sultan Malik al Saleh berubah mahzab dari aliran Syi’ah menjadi aliran penganut mahzab Syafi’i.
            Dalam masa pemerintahan beliau, pernikahannya dengan Putri Ganggang Sari turut menjadi faktor yang membuat kedudukan kerajaan ini lebih kuat di wilayah timur sehingga Kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan di Selat Malaka. Perkembangan Kerajaan Samudera Pasai jika ditinjau dari segi peta politik, yang mana diketahui bahwa kemunculan Kerajaan Samudera Pasai muncul pada abad 13 M itu sejalan dengan mundurnya peranan maritim Kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya memegang peranan penting di kawasan Sumatera dan sekelilingnya. Dalam Hikayat Raja-raja Pasai disebutkan gelar Malik al-Saleh sebelum menjadi raja adalah Merah Sile atau Merah Selu.
            Beliau masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syaikh Ismail, seorang utusan Syarif Mekkah, yang kemudian memberinya gelar Sultan Malik al-Saleh. Nisan kubur itu didapatkan di Gampong Samudera bekas kerajaan Samudera Pasai tersebut. Merah Selu adalah Putra Merah Gajah. Nama Merah merupakan gelar bangsawan yang lazim di Sumatera Utara. Selu kemungkinan berasal dari kata Sungkala yang aslinya berasal dari Sanskrit Chula. Kepemimpinan yang menonjol menempatkan dirinya menjadi raja. Merah Silu yang semula menganut aliran Syiah berubah menjadi aliran Syafi’i. Sultan Malikul Saleh digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Malikul Zahir, sedangkan putra keduanya yang bernama Sultan Malikul Mansur memisahkan diri dan kembali menganut aliran Syiah.
            Dari hikayat itu, terdapat petunjuk bahwa tempat pertama sebagai pusat Kerajaan Samudera Pasai adalah Muara Sungai Peusangan, sebuah sungai yang cukup panjang dan lebar di sepanjang jalur pantai yang memudahkan perahu-perahu dan kapal-kapal mengayuhkan dayungnya ke pedalaman dan sebaliknya. Ada dua kota yang terletak berseberangan di muara sungai Peusangan itu, yaitu Pasai dan Samudera. Kota Samudera terletak agak lebih ke pedalaman, sedangkan kota Pasai terletak lebih ke muara. Di tempat terakhir inilah terletak beberapa Makam raja-raja. Adapun raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Samudera Pasai sebagai berikut:
A.    Dinasti Meurah Giri :
1.      Maharaja Mahmud Syah (1042-1078)
2.      Maharaja Mansur Syah (1078-1133)
3.      Maharaja Ghiyasyuddin Syah (1133-1155)
4.      Maharaja Nurdin (1155-1210)
B.     Dinasti Malikul-Dhahir :
1.      Sultan Alaiddin Malikussalih (1261-1295)
2.      Sultan Muhammad malikud-Dhahir (1295-1326)
3.      Sultan Ahmad Malikud-Dhahir (1326-1350)
4.      Sultan Zainul-Abidin Malikud-Dhahir (1350-1394)
5.      Maharaja nagur Rabbath Abdul Kadir Syah (1394-1400)
6.      Sultanah Nihrasiyah Khadiyu (1400-1428)
G.    Kehidupan Agama

            Sebenarnya, jika kita telaah pola kehidupan masyarakat dan diorientasikan pada religiusitasnya, maka mayoritas Islam adalah agama yang mereka anut. Mereka menganut agama Islam sebagai agama negara, tetapi sisa-sisa pengaruh kerajaan Majapahit yang pernah menguasai atau mengalahkannya masih ada. Oleh karena itu, kehidupan beragama masyarakatnya masih turut mewarnainya. Beberapa elemen masyarakat masih ada yang beragama Hindu dan juga Budha.
            Bahkan, karena orientasi kehidupan beragama masyarakatnya, maka kerajaan ini dijadikan sebagai pintu gerbang kehidupan beragama Islam di Indonesia. Kerajaan ini adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia. Tidak sekadar karena letak geografisnya yang diujung pulau Sumatera, lantas kerajaan ini dianggap sebagai pintu gerbang masuknya agama Islam ke Indonesia. Pada saat itulah, banyak sekali Syech yang datang ke wilayah ini terlebih dahulu sebelum kemudian menyebar ke wilayah-wilayah Indonesia lainnya. Keberadaan kerajaan ini  memang sangat penting terkait dengan proses penyebaran agama Islam.
H.    Keruntuhan Kerajaan Samudra Pasai

            Pada abad ke-15 kerajaan Samudra Pasai kehilangan kekuasaan perdagangan atas Selat Malaka, dan kemudian dikacaukan Portugis pada tahun 1511-20. Akhirnya kerajaan ini dihisab kesultanan Aceh  yang timbul tahun 1520-an. Warisan peradaban Islam internasionalnya diteruskan dan dikembangkan di Aceh. Hancur dan hilangnya peranan Kerajaan Pasai dalam jaringan antarbangsa ketika suatu pusat kekuasan baru muncul di ujung barat pulau Sumatera, yakni Kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan ini muncul pada abad 16 Masehi. Kerajaan Islam yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah kala itu menaklukkan Kerajaan Pasai sehingga wilayah Pasai dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Islam Darussalam. Kerajaan Islam Samudera Pasai akhirnya dipindahkan ke Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh).
            Runtuhnya kekuatan Kerajaan Pasai sangat berkaitan dengan perkembangan yang terjadi di luar Pasai, tetapi lebih dititikberatkan dalam kesatuan zona Selat Malaka. Walaupun Kerajan Islam Pasai berhasil ditaklukan oleh Sultan Asli Mughayat Syah, peninggalan dari kerajaan kecil tersebut masih banyak dijumpai sampai saat ini di Aceh bagian utara. Pada tahun 1524 M setelah Kerajaan Aceh Menakhlukan Kesultanan Samudera Pasai tradisi mencetak deurham menyebar keseluruh wilayah Sumatera, bahkan semenanjung Malaka.  Derham tetap berlaku sampai bala tentara Nippon mendarat di Seulilmeum, Aceh Besar pada tahun 1942.
            Kehancuran kerajaan terjadi akibat adanya perang saudara. Perang saudara ini diawali dengan pertikaian-pertikaian di antara keluarga kerajaan. Ini merupakan tanda-tanda kehancuran kerajaan Pasai. Pertikaian-pertikaian tersebut menumbuhkan pemberontakan terhadap raja yang berkuasa. Karena merasa tidak mampu menghadapi pemberontakan, maka Sultan Pasai meminta tolong Sultan Malaka untuk memberangus pemberontakan tersebut.
            Pada tahun 1521, Kesultanan Pasai akhirnya harus runtuh dan takluk pada Portugal yang telah menguasai Malaka terlebh dahulu. Pada tahun 1524, wilayah kerajaan Pasai menyatu dengan Kesultanan Aceh. Maka, sejak saat itulah, kita kehilangan Kerajaan Islam yang kita kenal dengan nama Samudera Pasai  dengan segala kebanggaan atas pencapaian kondisi kehidupan masyarakatnya. Hal ini sangat membuktikan bahwa kehancuran sebuah negara dapat terjadi, jika di dalam negara tersebut sudah tidak ada lagi kebersamaan. Ketika tidak ada lagi kesesuaian visi dan mengapungnya egoisme diri, maka pada saat itulah indikasi kehancuran sudah ada di ambang diri. Ini merupakan peringatan bagi kita bahwa untuk menjaga kebersamaan dan kesatuan merupakan hal yang sangat sulit. Tetapi, jika kita berhasil menjaga, maka kesolidan akan menjadikan kita mencapai kondisi puncak.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar